Sunday, November 02, 2025

Mari Berhenti Beragama


Banyak orang beribadah, berdoa, dan melakukan berbagai kegiatan rohani — namun tidak sedikit yang tetap merasa jauh dari Allah. Mereka taat, tapi letih. Rajin beragama, namun hatinya kosong. Mengapa?

Karena tanpa disadari, kita sering terjebak dalam pola “beragama”: berusaha keras agar Allah berkenan, berharap berkat karena kebaikan kita, dan takut bila gagal menaati semua perintah-Nya.

Namun Injil datang membawa kabar yang berbeda.

Injil bukan tentang apa yang harus kita lakukan untuk Allah, melainkan apa yang telah Allah lakukan untuk kita melalui Yesus Kristus.

Di sinilah perbedaan besar antara agama dan Injil - yang sering kali tampak mirip di permukaan, tetapi sesungguhnya bertolak belakang di dalam hati.
  • Agama berpusat pada usaha manusia; Injil berpusat pada kasih karunia Allah.
  • Agama menuntut; Injil memberi.
  • Agama membuat kita sibuk mengejar perkenanan Allah; Injil menyatakan bahwa kita sudah diterima di dalam Kristus.
Tulisan ini mengajak kita untuk berhenti sekadar “beragama” dan mulai hidup dalam Injil - agar iman kita bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan hubungan yang hidup dan penuh kasih dengan Allah yang sejati.

1. Agama: “Lakukan ini, lakukan itu.” – Injil: “Sudah selesai.”

Agama berfokus pada apa yang harus kita lakukan (do this, do that).

Tetapi Injil berfokus pada apa yang sudah dilakukan Yesus di kayu salib — it’s done!

Segala tuntutan sudah dipenuhi oleh Kristus.

2. Agama: Berusaha agar Allah berkenan. – Injil: Allah sudah berkenan.

Agama berkata, “Lakukan ini supaya Allah berkenan.”

Namun Injil berkata, “Yesus sudah melakukannya di kayu salib.”

Perkenanan Allah bukan hasil usaha kita, tetapi anugerah yang turun atas kita karena Kristus.

3. Agama: Taat supaya dikasihi. – Injil: Dikasihi, maka taat.

Agama menuntut kita untuk berusaha taat agar Allah mengasihi kita.

Injil justru mengajarkan bahwa karena Allah lebih dahulu mengasihi kita di dalam Yesus, maka kita taat dengan sukarela dan sukacita.

4. Agama melahirkan rasa bersalah. – Injil melahirkan rasa syukur.

Agama menimbulkan rasa bersalah karena kita tidak pernah merasa cukup memenuhi tuntutan Allah.

Tetapi Injil melahirkan rasa syukur karena melalui kematian dan kebangkitan Kristus, kita dimampukan untuk hidup bagi Allah.

5. Agama menghukum kegagalan. – Injil mengampuni kegagalan.

Agama berkata: kegagalan menaati hukum Allah mendatangkan kutuk.

Namun Injil berkata: kegagalan kita telah ditanggung oleh Yesus.

Tuntutan hukum sudah dipenuhi oleh-Nya, sehingga kita dibenarkan oleh Kasih Karunia.

6. Agama menimbulkan keraguan keselamatan. – Injil memberi kepastian keselamatan.

Agama membuat kita terus bertanya, “Apakah aku sudah cukup baik?”

Injil memberi kepastian, sebab keselamatan tidak bergantung pada perbuatan kita, melainkan pada karya Kristus di kayu salib - satu kali untuk selamanya.

7. Agama menimbulkan kesombongan atau keputusasaan. – Injil melahirkan kerendahan hati dan sukacita.

Saat berhasil menaati hukum, orang beragama cenderung sombong.

Saat gagal, mereka putus asa.

Injil menuntun kita kepada kerendahan hati - sebab Yesus mati bagi dosa kita - dan sukacita, sebab Ia rela melakukannya bagi kita.

8. Agama mencari berkat Allah. – Injil mencari Allah, Sang Pemberi Berkat.

Tujuan beragama sering kali untuk mendapatkan kesehatan, kebahagiaan, kekayaan, atau kelancaran hidup.

Namun tujuan Injil bukanlah mengejar berkat-berkat Allah, melainkan mendapatkan Allah itu sendiri.


9. Agama melihat penderitaan sebagai hukuman. – Injil melihatnya sebagai proses pembentukan.

Agama menilai penderitaan sebagai murka Allah.

Injil justru melihat penderitaan sebagai bagian dari proses pembentukan karakter agar kita menjadi serupa dengan Kristus yang juga pernah menderita bagi kita.

10. Agama membagi dunia menjadi orang baik dan orang jahat. – Injil melihat dunia berisi orang berdosa yang butuh kasih karunia.

Agama berkata dunia ini dipenuhi orang baik dan orang jahat.

Injil berkata, dunia dipenuhi oleh orang berdosa - sebagian sudah bertobat, sebagian belum. Dan hanya kasih Kristus yang membedakan keduanya.


Penutup

Berhenti beragama bukan berarti berhenti Beriman.

Justru sebaliknya — kita diajak untuk beriman dengan Injil yang sejati, hidup bukan karena usaha, tapi karena Kasih Karunia.

Sebab yang menyelamatkan kita bukanlah apa yang kita lakukan untuk Allah, tetapi apa yang Allah telah lakukan untuk kita di dalam Yesus Kristus.

“Sebab oleh kasih karunia kamu diselamatkan melalui iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.” - Efesus 2:8


Daftar Pustaka :
  • Sendjaya, Sen (2021). Menghidupi Injil & Menginjili Hidup, 52 Refleksi Injil dalam Kesahrian Hidup. Publisher: Literatur Perkantas Jawa Timur

No comments:

Merah Putih: Dari Laut Maluku ke Panji Majapahit

Pertanyaan tentang siapa yang lebih dulu mengenal warna merah putih — Maluku atau Majapahit — memang menarik. Banyak orang mengira simbol me...