Sunday, June 15, 2025

Mengapa Cara Baptis Bisa Berubah?

Baptisan adalah salah satu sakramen atau ordinansi terpenting dalam iman Kristen. Ia menjadi tanda nyata dari pertobatan, iman, dan kelahiran baru dalam Kristus. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul satu pertanyaan yang sering menimbulkan diskusi di antara berbagai tradisi gereja:

Mengapa ada yang dibaptis dengan selam, ada pula dengan percik? Dan mana yang paling sesuai dengan Alkitab?

Tulisan ini tidak bertujuan menciptakan perdebatan, melainkan menyajikan pemahaman historis dan teologis tentang bagaimana praktik baptisan berkembang dari zaman gereja mula-mula hingga kini. Dari sungai-sungai di Yudea hingga ruang-ruang kecil di Eropa, dari baptisan orang sehat hingga baptisan orang sakit — semua memberi gambaran bahwa iman Kristen selalu berusaha setia pada inti ajarannya, meski caranya kadang menyesuaikan keadaan.

Dengan memahami akar sejarah dan dasar alkitabiahnya, kita bisa lebih bijak — tidak hanya dalam menilai praktik yang berbeda, tapi juga dalam menghargai kekayaan tradisi tubuh Kristus.


1. Baptisan Awal: Selalu dengan Cara Diselam

Pada masa gereja mula-mula (abad pertama), baptisan dilakukan dengan cara selam, meneladani baptisan Yohanes dan juga Yesus sendiri di Sungai Yordan (Matius 3:16 – “Yesus segera keluar dari air”).

  • Sumber sejarah gereja (misalnya Didache, naskah abad 1–2) menyatakan bahwa baptisan ideal dilakukan di air yang mengalir dan dengan perendaman total.

  • Baptisan selam menyimbolkan kematian dan kebangkitan bersama Kristus (Roma 6:3–4), sebuah makna yang lebih kuat bila dilakukan dengan masuk dan keluar dari air.


2. Perubahan Bertahap: Faktor Keadaan dan Kebutuhan

Mulai abad ke-2 dan seterusnya, praktik baptisan mulai bergeser dari selam ke percik, karena beberapa alasan:

a. Keterbatasan Air

  • Di beberapa wilayah seperti Mesir, Palestina bagian gurun, atau Eropa Utara saat musim dingin, sulit mendapatkan air yang cukup untuk perendaman.

  • Maka, digunakan metode menuangkan air ke atas kepala (affusion), atau bahkan memercikkan air (aspersion), sebagai alternatif praktis.

b. Baptisan Orang Sakit dan Bayi

  • Banyak orang yang bertobat dan ingin dibaptis dalam kondisi sakit atau sekarat.

  • Karena mereka tidak mampu dibawa ke air, maka air dibawa kepada mereka.

  • Dalam kondisi ini, percikan atau menuangkan air ke atas kepala menjadi solusi.

Contoh historis: Kaisar Konstantinus (abad ke-4) dibaptis dalam keadaan sakit, bukan dengan selam.


3. Teologi dan Liturgi Gereja Abad Pertengahan

Seiring waktu, gereja mulai menganggap makna baptisan lebih penting daripada cara teknisnya.

  • Teologi Katolik dan kemudian sebagian tradisi Protestan mulai mengajarkan bahwa esensi baptisan adalah anugerah rohani, bukan jumlah air.

  • Maka metode percik dianggap sah asalkan dilakukan “dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus”.

Selain itu, di abad pertengahan, gereja mulai:

  • Mengalihkan fokus pada baptisan bayi (infant baptism).

  • Baptisan bayi lebih mudah dilakukan dengan percik, dan dianggap cukup sah oleh gereja.


4. Reformasi dan Denominasi Kristen

Saat Reformasi abad ke-16 terjadi, pandangan mengenai baptisan terbagi:

a. Katolik Roma dan Gereja Reformasi Tradisional (Lutheran, Calvinis)

  • Tetap mengakui baptisan percik sebagai sah.

  • Menjaga praktik baptisan bayi.

b. Anabaptis dan Baptis

  • Menolak baptisan bayi.

  • Menegaskan bahwa baptisan harus atas dasar iman pribadi dan dilakukan dengan selam, sesuai teladan Alkitab.


5. Pandangan Masa Kini

Saat ini, gereja-gereja Kristen terbagi menjadi dua pendekatan:

🔸 Gereja yang menerima baptisan percik:

  • Katolik Roma

  • Lutheran

  • Reformed/Presbiterian

  • Methodis

🔸 Gereja yang hanya mengakui baptisan selam:

  • Baptis

  • Pentakosta/Kharismatik

  • Advent

  • Sebagian besar gereja independen atau evangelikal


6. Apa yang Alkitab Katakan?

Alkitab sendiri tidak secara eksplisit menyebut metode percik, tapi beberapa prinsip penting bisa diambil:

  • Baptisan melambangkan penguburan dan kebangkitan (Roma 6:4) → mendukung selam

  • Tapi Alkitab juga menekankan iman, pertobatan, dan anugerah Allah sebagai esensi, bukan teknis → menjadi dasar toleransi terhadap percik di gereja tertentu.


Kesimpulan

Perubahan dari baptis selam ke percik terjadi karena:

  1. Kondisi praktis (kekurangan air, baptisan darurat).

  2. Perkembangan teologi yang menekankan makna rohani lebih dari metode teknis.

  3. Perubahan liturgi seperti baptisan bayi.

  4. Perbedaan tafsir dan tradisi gereja yang terus berlanjut hingga sekarang.

Meski demikian, baptisan selam tetap dianggap yang paling sesuai dengan teladan Alkitab, dan banyak gereja terus mempertahankannya karena nilai simbolis yang sangat kuat.

No comments:

Apa yang Kita Lakukan di Surga?

Surga bukanlah sekadar tempat yang jauh di atas awan, di mana orang percaya duduk diam sepanjang kekekalan. Firman Tuhan memberi gambaran ya...