Kita sering membaca para tokoh-tokoh dalam Alkitab berpuasa, yaitu sebagai berikut:
Dalam kitab Perjanjian Lama :
- Puasa Musa, 40 hari 40 malam tidak makan roti dan tidak minum air (Keluaran 24:16 dan Keluaran 34:28);
- Puasa Daud, tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (2 Samuel 12:16);
- Puasa Elia, 40 hari 40 malam berjalan kaki (1 Raja-Raja 19:8);
- Puasa Ester, 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum (Ester 4:16);
- Puasa Ayub, 7 hari 7 malam tidak bersuara (Ayub 2:13);
- Puasa Daniel, 10 hari hanya makan sayur dan minum air putih (Daniel 1:12), doa dan puasa (Daniel 9:3), berkabung selama 21 hari (Daniel 10:2);
- Puasa Yunus, 3 hari 3 malam dalam perut ikan (Yunus 1:17);
- Puasa Niniwe, 40 hari 40 malam tidak makan, tidak minum dan tidak berbuat jahat (Yunus 3:7).
Dalam kitab Perjanjian Baru :
- Puasa Yesus, 40 hari 40 malam tidak makan (Matius 4:2);
- Puasa Yohanes Pembabtis, tidak makan dan tidak minum (Matius 11:18);
- Puasa Paulus, 3 hari 3 malam tidak makan, tidak minum dan tidak melihat (Kisah Para Rasul 9:9);
- Puasa Jemaat mula-mula, untuk menguatkan Paulus dan Barnabas dalam pelayanan (Kisah Para Rasul 13:2-3).
Puasa bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana untuk memfokuskan pikiran dan tubuh kita untuk alasan rohani. Kapanpun kita berpuasa, lakukan itu karena alasan yang disebutkan atau dicontohkan dalam Alkitab. Berikut adalah sepuluh tujuan utama puasa yang disebutkan dalam Alkitab :
1. Untuk Memperkuat Doa (Ezra 8:23)
- Puasa dan doa sering berjalan beriringan sebagai bentuk komunikasi rohani yang intens dengan Allah. Puasa bukanlah alat untuk “memaksa” Tuhan mendengar doa kita, melainkan sarana untuk mengubah sikap dan fokus hati kita saat berdoa. Dengan menahan kebutuhan fisik seperti makan, kita menaruh perhatian penuh pada Tuhan, melepas gangguan duniawi, dan membuka diri untuk mendengar suara-Nya dengan lebih jelas. Dalam konteks Ezra, puasa membantu jemaat menunjukkan kesungguhan dan kerendahan hati saat memohon perlindungan dan penyertaan Tuhan dalam perjalanan berbahaya.
2. Untuk Mencari Bimbingan Tuhan (Hakim-Hakim 20:26)
- Puasa juga merupakan bentuk pencarian arah dan hikmat ilahi. Ketika umat Israel berpuasa di Hakim-Hakim 20, mereka bukan berusaha mengubah kehendak Tuhan, melainkan menyiapkan hati agar lebih peka dan taat pada petunjuk-Nya. Puasa memperdalam kepekaan rohani, menajamkan pendengaran rohani sehingga kita tidak sekadar mendengar suara kita sendiri, melainkan benar-benar menangkap kehendak Allah. Ini penting terutama saat kita menghadapi keputusan besar atau jalan yang penuh tantangan.
3. Untuk Mengungkapkan Kesedihan (1 Samuel 31:13)
- Mengekspresikan kesedihan adalah salah satu alasan utama berpuasa. Pernahkah kita menyadari bahwa saat kita meneteskan air mata karena kesedihan, kita kehilangan keinginan untuk makan? Ketika kita berduka, keluarga dan teman-teman kita seringkali harus memohon kepada kita untuk makan karena respon tubuh yang tepat terhadap kesedihan adalah berpuasa. Sebuah contoh utama terjadi dalam 2 Samuel 1:12, di mana Daud dan orang-orangnya digambarkan sebagai “berkabung dan menangis dan berpuasa sampai malam” untuk teman-teman mereka, musuh mereka dan bangsanya.
4. Untuk Mencari Pembebasan atau Perlindungan (2 Tawarikh 20: 3 - 4)
- Puasa dalam konteks ini adalah sarana memohon pertolongan Allah dalam menghadapi ancaman nyata, baik dari musuh maupun situasi sulit lainnya. Puasa yang dilakukan bersama-sama menunjukkan persatuan umat dan kesungguhan mereka dalam mencari keselamatan ilahi. Ini bukan sekadar ritual, tetapi langkah aktif dalam peperangan rohani dan fisik, di mana umat mengakui keterbatasan mereka dan menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada kuasa Tuhan.
5. Untuk Mengungkapkan Pertobatan dan Kembali Kepada Tuhan (1 Samuel 7: 6)
- Puasa adalah tanda pertobatan yang nyata, bukan sekadar kata-kata kosong. Saat umat Israel berpuasa dan bersujud, mereka menunjukkan kesungguhan hati dalam meninggalkan dosa dan berbalik kepada Tuhan. Puasa dalam konteks pertobatan mengandung elemen kesedihan atas kesalahan, pengakuan dosa, dan tekad untuk berubah, sekaligus mengundang anugerah pengampunan dan pembaruan dari Allah.
6. Untuk Merendahkan Diri di Hadapan Tuhan (1 Raja-raja 21:27 - 29)
- Kerendahan hati adalah sikap hati yang paling berkenan kepada Tuhan, dan puasa merupakan ekspresi eksternal dari kerendahan tersebut. Donald Whitney menekankan bahwa puasa itu sendiri bukan kerendahan hati, melainkan tanda atau buah dari kerendahan hati sejati. Dengan menahan diri dari kebutuhan fisik, kita mengakui ketergantungan penuh pada Allah, mengurangi kesombongan diri, dan membuka diri untuk mengalami kuasa dan kasih karunia-Nya secara lebih mendalam.
7. Untuk Mengungkapkan Kepedulian Terhadap Pekerjaan Tuhan (Nehemia 1: 3 - 4)
- Nehemia menunjukkan bahwa puasa dapat menjadi wujud nyata dari kepedulian dan komitmen terhadap misi Tuhan. Saat mendengar berita yang memilukan tentang Yerusalem, ia berpuasa dan berdoa sebagai tanda perhatian yang mendalam dan permohonan agar Tuhan menggerakkan tangan-Nya dalam pemulihan. Puasa dalam konteks ini mendorong kita untuk aktif terlibat secara rohani dalam pekerjaan Allah dan menunjukkan solidaritas dengan visi ilahi.
8. Untuk Melayani Kebutuhan Orang Lain (Yesaya 58: 3 - 7)
- Yesaya mengajarkan bahwa puasa sejati tidak hanya tentang menahan diri secara pribadi, tetapi juga harus disertai dengan tindakan nyata bagi sesama—memberi makan orang lapar, membebaskan yang tertindas, dan memperhatikan kebutuhan orang miskin. Puasa menjadi sarana melatih kasih dan keadilan sosial, di mana kita mengorbankan kebutuhan diri untuk melayani dan memperhatikan sesama sebagai bagian dari ibadah yang menyenangkan hati Tuhan.
9. Untuk Mengatasi Godaan dan Mengabdikan Diri Kita Kepada Tuhan (Matius 4: 1 - 11)
- Puasa Yesus di padang gurun menjadi contoh utama bagaimana puasa memperkuat ketahanan rohani menghadapi godaan. Dengan mengendalikan kebutuhan jasmani, Yesus menegaskan pengabdian penuh kepada kehendak Allah dan menolak godaan duniawi. Puasa menguatkan kita dalam pertempuran rohani dengan mengasah disiplin diri, memperkuat fokus pada Tuhan, dan mengurangi kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh si jahat.
10. Untuk Mengungkapkan Cinta dan Penyembahan Kepada Tuhan (Lukas 2:37)
- Puasa juga merupakan bentuk penyembahan yang dalam, di mana kita menunjukkan apa yang paling kita rindukan dan hargai dalam hidup ini. John Piper mengatakan, “Apa yang paling kita lapar, kita sembah.” Dengan puasa, kita menempatkan Allah sebagai pusat kehidupan, melepaskan ketergantungan pada kebutuhan jasmani dan mengekspresikan cinta sejati kepada-Nya yang mengalahkan segala sesuatu. Ini adalah pernyataan totalitas dan kasih dalam hubungan kita dengan Tuhan.