Saturday, January 02, 2021

Puasa dalam Alkitab: Pelajaran dari Tokoh-Tokoh dan Tujuan Rohani di Baliknya


Kita sering membaca para tokoh-tokoh dalam Alkitab berpuasa, yaitu sebagai berikut:

Dalam kitab Perjanjian Lama :
  1. Puasa Musa, 40 hari 40 malam tidak makan roti dan tidak minum air (Keluaran 24:16 dan Keluaran 34:28);
  2. Puasa Daud, tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (2 Samuel 12:16);
  3. Puasa Elia, 40 hari 40 malam berjalan kaki (1 Raja-Raja 19:8);
  4. Puasa Ester, 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum (Ester 4:16);
  5. Puasa Ayub, 7 hari 7 malam tidak bersuara (Ayub 2:13);
  6. Puasa Daniel, 10 hari hanya makan sayur dan minum air putih (Daniel 1:12), doa dan puasa (Daniel 9:3), berkabung selama 21 hari (Daniel 10:2);
  7. Puasa Yunus, 3 hari 3 malam dalam perut ikan (Yunus 1:17);
  8. Puasa Niniwe, 40 hari 40 malam tidak makan, tidak minum dan tidak berbuat jahat (Yunus 3:7).
Dalam kitab Perjanjian Baru :
  1. Puasa Yesus, 40 hari 40 malam tidak makan (Matius 4:2);
  2. Puasa Yohanes Pembabtis, tidak makan dan tidak minum (Matius 11:18);
  3. Puasa Paulus, 3 hari 3 malam tidak makan, tidak minum dan tidak melihat (Kisah Para Rasul 9:9);
  4. Puasa Jemaat mula-mula, untuk menguatkan Paulus dan Barnabas dalam pelayanan (Kisah Para Rasul 13:2-3).
Puasa bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana untuk memfokuskan pikiran dan tubuh kita untuk alasan rohani. Kapanpun kita berpuasa, lakukan itu karena alasan yang disebutkan atau dicontohkan dalam Alkitab. Berikut adalah sepuluh tujuan utama puasa yang disebutkan dalam Alkitab : 

1. Untuk Memperkuat Doa (Ezra 8:23)
  • Puasa dan doa sering berjalan beriringan sebagai bentuk komunikasi rohani yang intens dengan Allah. Puasa bukanlah alat untuk “memaksa” Tuhan mendengar doa kita, melainkan sarana untuk mengubah sikap dan fokus hati kita saat berdoa. Dengan menahan kebutuhan fisik seperti makan, kita menaruh perhatian penuh pada Tuhan, melepas gangguan duniawi, dan membuka diri untuk mendengar suara-Nya dengan lebih jelas. Dalam konteks Ezra, puasa membantu jemaat menunjukkan kesungguhan dan kerendahan hati saat memohon perlindungan dan penyertaan Tuhan dalam perjalanan berbahaya. 
2. Untuk Mencari Bimbingan Tuhan (Hakim-Hakim 20:26)
  • Puasa juga merupakan bentuk pencarian arah dan hikmat ilahi. Ketika umat Israel berpuasa di Hakim-Hakim 20, mereka bukan berusaha mengubah kehendak Tuhan, melainkan menyiapkan hati agar lebih peka dan taat pada petunjuk-Nya. Puasa memperdalam kepekaan rohani, menajamkan pendengaran rohani sehingga kita tidak sekadar mendengar suara kita sendiri, melainkan benar-benar menangkap kehendak Allah. Ini penting terutama saat kita menghadapi keputusan besar atau jalan yang penuh tantangan.
3. Untuk Mengungkapkan Kesedihan (1 Samuel 31:13)
  • Mengekspresikan kesedihan adalah salah satu alasan utama berpuasa. Pernahkah kita menyadari bahwa saat kita meneteskan air mata karena kesedihan, kita kehilangan keinginan untuk makan? Ketika kita berduka, keluarga dan teman-teman kita seringkali harus memohon kepada kita untuk makan karena respon tubuh yang tepat terhadap kesedihan adalah berpuasa. Sebuah contoh utama terjadi dalam 2 Samuel 1:12, di mana Daud dan orang-orangnya digambarkan sebagai “berkabung dan menangis dan berpuasa sampai malam” untuk teman-teman mereka, musuh mereka dan bangsanya.
4. Untuk Mencari Pembebasan atau Perlindungan (2 Tawarikh 20: 3 - 4)
  • Puasa dalam konteks ini adalah sarana memohon pertolongan Allah dalam menghadapi ancaman nyata, baik dari musuh maupun situasi sulit lainnya. Puasa yang dilakukan bersama-sama menunjukkan persatuan umat dan kesungguhan mereka dalam mencari keselamatan ilahi. Ini bukan sekadar ritual, tetapi langkah aktif dalam peperangan rohani dan fisik, di mana umat mengakui keterbatasan mereka dan menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada kuasa Tuhan.
5. Untuk Mengungkapkan Pertobatan dan Kembali Kepada Tuhan (1 Samuel 7: 6)
  • Puasa adalah tanda pertobatan yang nyata, bukan sekadar kata-kata kosong. Saat umat Israel berpuasa dan bersujud, mereka menunjukkan kesungguhan hati dalam meninggalkan dosa dan berbalik kepada Tuhan. Puasa dalam konteks pertobatan mengandung elemen kesedihan atas kesalahan, pengakuan dosa, dan tekad untuk berubah, sekaligus mengundang anugerah pengampunan dan pembaruan dari Allah.
6. Untuk Merendahkan Diri di Hadapan Tuhan (1 Raja-raja 21:27 - 29)
  • Kerendahan hati adalah sikap hati yang paling berkenan kepada Tuhan, dan puasa merupakan ekspresi eksternal dari kerendahan tersebut. Donald Whitney menekankan bahwa puasa itu sendiri bukan kerendahan hati, melainkan tanda atau buah dari kerendahan hati sejati. Dengan menahan diri dari kebutuhan fisik, kita mengakui ketergantungan penuh pada Allah, mengurangi kesombongan diri, dan membuka diri untuk mengalami kuasa dan kasih karunia-Nya secara lebih mendalam.
7. Untuk Mengungkapkan Kepedulian Terhadap Pekerjaan Tuhan (Nehemia 1: 3 - 4)
  • Nehemia menunjukkan bahwa puasa dapat menjadi wujud nyata dari kepedulian dan komitmen terhadap misi Tuhan. Saat mendengar berita yang memilukan tentang Yerusalem, ia berpuasa dan berdoa sebagai tanda perhatian yang mendalam dan permohonan agar Tuhan menggerakkan tangan-Nya dalam pemulihan. Puasa dalam konteks ini mendorong kita untuk aktif terlibat secara rohani dalam pekerjaan Allah dan menunjukkan solidaritas dengan visi ilahi.
8. Untuk Melayani Kebutuhan Orang Lain (Yesaya 58: 3 - 7)
  • Yesaya mengajarkan bahwa puasa sejati tidak hanya tentang menahan diri secara pribadi, tetapi juga harus disertai dengan tindakan nyata bagi sesama—memberi makan orang lapar, membebaskan yang tertindas, dan memperhatikan kebutuhan orang miskin. Puasa menjadi sarana melatih kasih dan keadilan sosial, di mana kita mengorbankan kebutuhan diri untuk melayani dan memperhatikan sesama sebagai bagian dari ibadah yang menyenangkan hati Tuhan.
9. Untuk Mengatasi Godaan dan Mengabdikan Diri Kita Kepada Tuhan (Matius 4: 1 - 11)
  • Puasa Yesus di padang gurun menjadi contoh utama bagaimana puasa memperkuat ketahanan rohani menghadapi godaan. Dengan mengendalikan kebutuhan jasmani, Yesus menegaskan pengabdian penuh kepada kehendak Allah dan menolak godaan duniawi. Puasa menguatkan kita dalam pertempuran rohani dengan mengasah disiplin diri, memperkuat fokus pada Tuhan, dan mengurangi kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh si jahat.
10. Untuk Mengungkapkan Cinta dan Penyembahan Kepada Tuhan (Lukas 2:37)
  • Puasa juga merupakan bentuk penyembahan yang dalam, di mana kita menunjukkan apa yang paling kita rindukan dan hargai dalam hidup ini. John Piper mengatakan, “Apa yang paling kita lapar, kita sembah.” Dengan puasa, kita menempatkan Allah sebagai pusat kehidupan, melepaskan ketergantungan pada kebutuhan jasmani dan mengekspresikan cinta sejati kepada-Nya yang mengalahkan segala sesuatu. Ini adalah pernyataan totalitas dan kasih dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Bagaimana kita harus memperlengkapi diri kita ketika Tuhan memanggil kita untuk “melakukan puasa”? Berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat kita bersiap untuk berpuasa :
  • Berdoa dan melakukan pengakuan dosa.
Sebelum memulai puasa, langkah yang sangat penting adalah merendahkan diri di hadapan Allah melalui doa yang sungguh-sungguh dan pengakuan dosa. Mazmur 35:13 menegaskan bahwa kerendahan hati adalah sikap hati yang menyenangkan Tuhan dan menjadi dasar agar puasa kita berkenan di hadapan-Nya. Pengakuan dosa (1 Samuel 7:6) bukan sekadar menyebut kesalahan, tapi mengakui secara jujur di hadapan Allah apa yang memisahkan kita dari-Nya. Doa yang kita lakukan saat puasa harus menjadi napas rohani kita, menguatkan hubungan dengan Tuhan, serta menolong kita menjaga fokus dan motivasi puasa tetap murni. Dengan memulai puasa dalam hati yang penuh penyesalan dan kesungguhan, kita membuka pintu bagi penyembuhan dan pembaruan rohani.
  • Baca Alkitab.
Puasa bukan hanya menahan diri dari makanan, tetapi juga mengisi waktu yang biasanya digunakan untuk makan dengan merenungkan Firman Tuhan. Membaca Alkitab sebelum dan selama puasa memperdalam pemahaman kita tentang kehendak Allah dan memperkuat iman. Firman Tuhan menjadi sumber kekuatan dan penghiburan saat tubuh kita lemah. Renungan firman yang konsisten selama puasa membuat kita lebih peka terhadap suara Roh Kudus dan memelihara semangat doa yang menyertai puasa kita. Ini juga menjaga puasa kita dari sekadar ritual kosong menjadi pengalaman transformasi spiritual.
  • Jaga kerahasiaannya.
Puasa yang benar menurut Alkitab harus dilakukan dengan sikap rendah hati dan kerahasiaan. Dalam Matius 6:16-18, Yesus mengajarkan agar kita tidak memamerkan puasa kita demi mendapatkan pujian manusia, karena itu bukanlah puasa yang berkenan kepada Allah. Fokus puasa seharusnya bukan pada seberapa hebat atau lama kita berpuasa, tapi pada perubahan hati dan sikap kita kepada Tuhan dan sesama. Yesaya 58 mengingatkan bahwa puasa sejati melibatkan kepedulian terhadap sesama, bukan hanya pengorbanan pribadi yang kosong. Hindari berpuasa karena tekanan sosial atau motif yang salah (1 Samuel 14:24-30), karena puasa yang dipaksakan tanpa hati yang benar dapat membawa dampak negatif secara rohani.
  • Persiapkan tubuh kita.
Walaupun puasa adalah tindakan rohani, tubuh kita juga harus diperhatikan dengan serius. Puasa yang dilakukan secara ekstrem tanpa persiapan dan pengawasan dapat menyebabkan masalah kesehatan. Alkitab tidak pernah menganjurkan kita melukai tubuh atau membahayakan kesehatan demi puasa. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenali batas kemampuan fisik dan berkonsultasi dengan tenaga medis terutama jika puasa dilakukan dalam jangka waktu lama atau untuk orang yang memiliki kondisi kesehatan tertentu. Persiapan yang matang mencakup menjaga hidrasi, memastikan istirahat yang cukup, dan jika perlu, menyesuaikan jenis puasa sesuai kondisi tubuh agar puasa dapat dilakukan secara sehat dan membawa manfaat rohani tanpa menimbulkan risiko jasmani.


Daftar Pustaka :

  • Alkitab
  • Donald Whitney, Spiritual Disciplines for the Christian Life (Colorado Springs, CO: NavPress, 2014).
  • Arthur Wallis, God’s Chosen Fast (Fort Washington, PA: CLC Publications, 1993).
  • Whitney, Spiritual Disciplines.
  • John Piper, A Hunger for God (Wheaton, IL: Crossway, 1997).
  • 10 Biblical Purposes for Fasting | Biblical Fasting (thenivbible.com)

No comments:

Apa yang Kita Lakukan di Surga?

Surga bukanlah sekadar tempat yang jauh di atas awan, di mana orang percaya duduk diam sepanjang kekekalan. Firman Tuhan memberi gambaran ya...